Bersyukurlah manusia yang di karuniai Allah kemampuan mengolah atau memasak makanan, tidak seperti halnya binatang yang makan makanan mentah seperti binatang buas yang memakan daging mentah, ayam yang memakan beras & domba yang memakan rumput dan sayuran. Dengan cara dimasak, makanan seperti daging, ikan, dan sayur-mayur mengalami proses pemanasan yang mematikan bakteri penyebab penyakit, memudahkan makanan untuk dicerna, dan memberikan rasa dan aroma yang lebih enak. Pemanasan juga akan menjadikan makanan lebih awet dan tahan lama. Pemanasan atau pemasakan makanan hakikatnya adalah memanfaatkan api ciptaan Allah sebagaimana firman-Nya dala Surah Al-Waqi’ah (56) : 71-73
اَفَرَءَيْتُمُ النَّارَ الَّتِيْ تُوْرُوْنَۗ
Apakah kamu memperhatikan api yang kamu nyalakan?
ءَاَنْتُمْ اَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَآ اَمْ نَحْنُ الْمُنْشِـُٔوْنَ
Apakah kamu yang menumbuhkan kayunya atau Kami yang menumbuhkan?
نَحْنُ جَعَلْنٰهَا تَذْكِرَةً وَّمَتَاعًا لِّلْمُقْوِيْنَۚ
Kami menjadikannya (api itu) sebagai peringatan dan manfaat bagi para musafir.
Kendati demikian, pemanasan makanan yang berlebih malah dapat merusak atau menurunkan nilai gizi. Hal ini dapat dimengerti karena hakikatnya komponen-komponen gizi seperti karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin adalah zat-zat kimia yang akan mengalami degredasi atau penguraian dan kerusakan akibat pemanasan.