Dari Budak Asing Menjadi Saudagar Mekkah
Shuhaib bin Sinan, lebih dikenal sebagai Shuhaib Ar-Rumi, bukan berasal dari bangsa Arab. Ia tumbuh besar di wilayah kekaisaran Romawi, lalu datang ke Makkah sebagai seorang budak. Di tanah Quraisy itulah ia memulai dari nol.
Tapi Shuhaib bukan orang biasa. Ia memiliki ketekunan, semangat, dan akhlak yang tinggi. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, ia bangkit dari keterpurukan dan menjelma menjadi seorang saudagar sukses. Ia dikenal jujur, cerdas berdagang, dan disegani dalam jaringan ekonomi Quraisy.
Namun, di puncak karier dan kenyamanan hidupnya—datanglah cahaya Islam.
Antara Harta dan Surga
Ketika dakwah Nabi Muhammad ﷺ mulai terdengar di Makkah, Shuhaib termasuk orang yang diam-diam mendekat. Ia tertarik pada ajaran tauhid, dan akhirnya menyatakan keislamannya.
Namun menjadi Muslim di Makkah bukan hal mudah. Shuhaib menghadapi tekanan, penyiksaan, hingga ancaman kehilangan harta.
Saat Rasulullah ﷺ dan kaum Muslimin hijrah ke Madinah, Shuhaib berniat ikut. Tapi kaum Quraisy menghadangnya di jalan:
“Kau datang ke kami miskin, lalu menjadi kaya di sini. Sekarang kau ingin pergi sambil membawa hartamu?”
Shuhaib menjawab dengan keyakinan:
“Jika aku tinggalkan semua hartaku, bolehkah aku pergi?”
Mereka setuju. Maka Shuhaib meninggalkan semua kekayaan yang dikumpulkannya bertahun-tahun, hanya demi mengejar iman dan hijrah.
Sambutan Nabi yang Menggetarkan Hati
Ketika Shuhaib tiba di Madinah dan bertemu Rasulullah ﷺ, beliau menyambutnya dengan kata-kata yang luar biasa:
“Rabiḥa al-bay‘, ya Shuhaib!”
“Beruntunglah jual belimu, wahai Shuhaib.”
(HR. Al-Hakim)
Dalam pandangan dunia, Shuhaib mungkin rugi. Tapi dalam pandangan langit, itulah transaksi terbaik yang pernah terjadi — menukar harta demi keimanan dan keselamatan abadi.
3 Pelajaran Emas dari Shuhaib
-
Keimanan lebih mahal dari harta.
Shuhaib mengajarkan bahwa kekayaan sejati adalah keyakinan yang tidak tergadaikan. -
Pebisnis sejati bukan yang terkaya, tapi yang siap kehilangan apa pun demi kebenaran.
-
Hijrah itu perjuangan, dan setiap pengorbanan pasti dibalas Allah.
Tidak ada satu dirham pun yang hilang di jalan Allah, kecuali akan diganti dengan sesuatu yang lebih baik.
Penutup: Transaksi Paling Menguntungkan
Di dunia bisnis, kita diajarkan untuk tidak rugi. Tapi Shuhaib Ar-Rumi membuktikan bahwa kadang, “kerugian dunia” adalah keuntungan akhirat.
Ia mungkin meninggalkan emas, rumah, dan seluruh kekayaan di Makkah.
Tapi ia memperoleh sesuatu yang tak ternilai: ridha Allah dan jaminan surga.
Karena dalam Islam, kemenangan sejati bukan soal berapa banyak yang kita punya, tapi seberapa banyak yang rela kita lepaskan demi Allah.