Ilmu Tinggi, Hati Rendah
Masruq bin Al-Ajda’ bukan sahabat Nabi, tapi ia belajar langsung dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dan para sahabat besar. Ia dikenal sebagai ahli ibadah, ulama besar, dan pengusaha kecil yang hidup sangat bersahaja.
Meski memiliki ilmu tinggi dan dihormati khalifah, Masruq menolak hidup dari pemberian negara. Ia lebih memilih berdagang kecil-kecilan—menjual bahan makanan, barang sederhana, atau hasil kerajinan—daripada menerima tunjangan yang tidak ia usahakan sendiri.
Dalam satu riwayat, ia berkata:
“Aku benci jika satu dirham datang kepadaku tanpa aku tahu dari mana asal dan ke mana perginya.”
Pedagang yang Menolak “Gaji Tetap”
Khalifah pernah menawarkan gaji rutin sebagai bentuk penghormatan. Tapi Masruq menolaknya dan berkata:
“Apakah engkau ingin menutup pintu rezekiku dari Allah, lalu menggantinya dengan pintu dari manusia?”
Ia tetap berdagang dengan jujur, sederhana, dan cukup. Ia berdiri sendiri secara ekonomi agar bisa menjaga kemerdekaan dalam berdakwah dan menyampaikan kebenaran.
Pelajaran Entrepreneurial dari Masruq bin Al-Ajda’:
-
Bisnis kecil dengan integritas lebih baik daripada harta besar tanpa arah.
Masruq hidup dari sedikit, tapi cukup dan halal. -
Transparansi dan ketelitian adalah bagian dari iman.
Ia selalu tahu asal dan tujuan dari setiap uang yang ia miliki. -
Mandiri secara ekonomi berarti merdeka dalam prinsip.
Ia bisa menolak tekanan politik karena tidak bergantung pada siapapun.
Penutup: Dagang Bukan Sekadar Cari Untung
Masruq mengajarkan kita bahwa berdagang bukan hanya urusan jual beli, tapi juga media menjaga harga diri, kehormatan, dan konsistensi hidup dalam jalan kebenaran.
Ia tidak memiliki toko besar, tapi ia berdagang dengan keyakinan yang besar.
Itulah entrepreneur sejati — yang jiwanya tidak tergadai oleh dunia.