Perang Uhud.
Panah berterbangan. Pedang saling beradu. Debu dan darah memenuhi udara.
Tiba-tiba, seseorang melangkah dengan tenang, mengikatkan sorban merah di kepalanya.
Semua sahabat tahu: jika Abu Dujanah sudah mengikat sorban merahnya, itu tanda “tidak akan mundur kecuali menang atau mati syahid.”
Pedang dari Rasulullah ﷺ
Sebelum perang dimulai, Nabi ﷺ menawarkan pedangnya dan bertanya:
“Siapa yang akan mengambil pedang ini dan menunaikan haknya?”
Banyak sahabat berdiri. Tapi Nabi diam.
Hingga Abu Dujanah bangkit dan berkata:
“Aku akan menunaikan haknya, wahai Rasulullah.”
Nabi pun menyerahkan pedang itu kepadanya.
Dan benar saja—dengan pedang itu, Abu Dujanah menembus barisan musuh, melindungi Nabi ﷺ, dan bertempur seperti singa lapar yang menjaga pemimpinnya.
Tameng Hidup Rasulullah
Ketika serangan musyrikin semakin dahsyat, dan Nabi ﷺ menjadi target utama, Abu Dujanah berdiri di depan beliau.
Anak-anak panah menghujani punggungnya.
Tapi ia tak bergeming.
Demi Rasulullah ﷺ, ia rela menjadi tameng hidup.
Setelah perang usai, punggungnya penuh luka, seperti sisik di tubuh hewan yang terluka. Tapi ia hanya tersenyum.
Nilai Keteladanan Abu Dujanah:
Keberanian yang tulus, bukan demi nama atau pujian
Kesetiaan kepada pemimpin yang haq
Kesadaran akan makna pengorbanan
“Keberanian sejati bukan sekadar maju ke depan, tapi ketika hati rela berkorban tanpa disebut-sebut.”
Abu Dujanah mengajarkan:
Kita mungkin tak bertempur dengan pedang,
Tapi setiap hari kita bisa bertempur melawan ego, kemalasan, dan kezaliman.
Dengan niat yang ikhlas, kita bisa jadi pahlawan di medan kita masing-masing.
Yuk, jadikan semangat Abu Dujanah sebagai inspirasi:
Berani berkata benar
Berani menjaga kehormatan
Berani melindungi yang lemah
Walau mungkin tak terlihat, Allah selalu mencatat setiap keberanian yang lahir dari keikhlasan.