“…Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”
(QS. Ali Imran: 159)
Terkadang kita sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi hasilnya tak seperti yang diharapkan. Di titik inilah tawakal mengambil peran. Bukan berarti berhenti berusaha, tapi menyerahkan hasil kepada Allah dengan penuh keyakinan dan ketenangan.
Ayat ini merupakan arahan langsung kepada Nabi Muhammad ﷺ, agar beliau mengajarkan umatnya tentang keseimbangan antara ikhtiar dan pasrah kepada kehendak Allah.
Makna Tawakal dalam Tafsir
Menurut Tafsir Al-Muyassar, tawakal adalah menyerahkan urusan kepada Allah setelah melakukan sebab-sebabnya. Bukan pasrah tanpa usaha, tapi yakin bahwa keputusan terbaik datang dari Allah.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini juga menegaskan bahwa tawakal adalah bentuk keimanan yang tinggi—karena orang yang bertawakal tahu bahwa kekuatan, hasil, dan keberhasilan semuanya hanya terjadi jika Allah menghendaki.
Tawakal Bukan Diam
-
Bukan berarti tidak belajar, tapi belajar dan tetap yakin bahwa keberhasilan bukan hanya karena pintar.
-
Bukan berarti tidak bekerja, tapi bekerja dengan jujur dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.
-
Bukan berarti tidak berobat, tapi yakin bahwa kesembuhan datang dari-Nya, bukan dari obat.
Tawakal adalah usaha lahir dikawal dengan ketenangan batin.
Mengapa Allah Mencintai Orang yang Bertawakal?
Karena orang yang bertawakal:
-
Tidak sombong atas keberhasilannya.
-
Tidak gelisah saat gagal.
-
Tidak iri dengan takdir orang lain.
-
Tidak banyak mengeluh karena percaya: Allah tahu apa yang terbaik.
“Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki; ia pergi pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore dalam keadaan kenyang.”
(HR. Tirmidzi)
Penutup
Tawakal bukan tentang menyerah, tapi tentang yakin.
Bukan tentang lemah, tapi tentang percaya.
Dan Allah berjanji:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”
Maka, setelah kita berusaha, belajar, berdoa, dan bergerak—tenangkan hati dengan tawakal. Karena yang memegang hasil akhirnya, bukan kita. Tapi Dia, Rabb yang Mahatahu dan Mahabijaksana.