Abdullah bin Rawahah – Penyair yang Menggetarkan Medan Perang

Di antara para sahabat Nabi ﷺ, ada seorang tokoh yang unik. Ia bukan hanya pejuang gagah di medan perang, tapi juga seorang penyair yang lantang membela Islam dengan kata-kata yang menggetarkan hati. Dialah Abdullah bin Rawahah Al-Anshari, salah satu dari tiga panglima Perang Mu’tah.


Penyair yang Membela Nabi

Sebelum Islam, syair Arab sering dipakai untuk meninggikan kabilah atau bahkan menghina musuh. Abdullah bin Rawahah memanfaatkannya dengan cara berbeda. Ia menulis dan melantunkan syair untuk membela Rasulullah ﷺ dari ejekan orang-orang Quraisy.

Syair-syairnya tidak hanya indah, tapi juga penuh makna, membangkitkan semangat kaum Muslimin, dan menenangkan hati Nabi ﷺ.


Panglima di Perang Mu’tah

Ketika Rasulullah ﷺ mengangkat tiga panglima untuk Perang Mu’tah, Abdullah bin Rawahah termasuk di antaranya, setelah Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abi Thalib.

Saat gilirannya memimpin pasukan, Abdullah menenangkan hatinya dengan syair:
“Wahai jiwaku, turunlah atau engkau akan dipaksa turun. Sungguh engkau telah merasakan kematian dengan suka rela. Demi Allah, engkau harus turun, dan bila manusia telah berkumpul, engkau akan ridha atau terpaksa.”

Dengan penuh keberanian, ia maju ke medan perang hingga syahid, menyusul kedua panglima sebelumnya.


Nilai Keteladanan Abdullah bin Rawahah

  • Menggunakan potensi dan keahliannya (syair) untuk membela kebenaran.

  • Berani, teguh, dan ikhlas hingga titik darah penghabisan.

  • Menjadikan kematian syahid sebagai cita-cita tertinggi.


Kisah Abdullah bin Rawahah mengajarkan kita bahwa setiap kemampuan bisa menjadi ladang perjuangan. Tidak harus selalu dengan pedang; bahkan syair pun bisa menjadi senjata yang menguatkan agama.