
Belajar Diwaktu Kecil Bagai Mengukir Di atas Batu

(QS. At-Thalaq {65}: 7)
Ketika belajar Muhkam dan Mukhtalif dalam hadits kita akan sadar bahwa tidak semua hadits, selalu muwafiqah (maknanya sejalan secara dzahir). Bahwa ada di antara hadits yang bertentangan. Maka kita bertanya, hadits mana yang harus saya amalkan? Kebanyakan orang awam akan melihat jika ini di Shahih Al-Bukhari dan yang lain yang bertentangan adalah di Sunan al-Tirmidzi, langsung mengambil hadits yang berada di Shahih al-Bukhari. Padahal tidak seperti itu, dan semudah itu.
Marilah kita melihat sejenak apa yang ada di dalam buku yang sederhana, ringkasan Musthalah al Hadits karya Dr. Mahmud al-Thahan. Beliau menuliskan bahwa pilihan pertamanya untuk solusi hadits yang bertentangan adalah mengumpulkan untuk dikompromikam secara makna, dan ini tentu adalah otoritas yang memiliki pengetahuan tentang hadits, dari segi lughah (bahasa), ilmu ushul hadits, asbabul wurud hadits, bahkan sampai ilmu tentang ta’arrudh al dilalah serta ilmu lainnya..Kemudian solusi pilihan kedua, jika tidak bisa di kompromikan maknanya (yakni: al-Jam’u wa al-Taufiq), dapat menempuh 3 langkah berikut. Apa saja itu?
Pertama, dilihat apakah hadits itu berstatus NASAKH dan MANSUKH (yang satu menghapus hukum yang lainnya), maka dalam ini kita membutuhkan ilmu asbabul wurud (ilmu tentang kapan disampaikannya hadits termasuk sebabnya). Jika tidak bisa, maka dapat menempuh langkah yang kedua, dengan lakukan AL-TARJIH atau mengunggulkan salah satu hadits dari yang bertentangan itu. Tentu kita membutuhkan ilmu, tentang bagaimana saya harus men-tarjih dan menilai rendah hadits yang lain baik dari segi sanad ataupun matan? Kemudian jika belum juga kita dapat memutuskan, kita lakukan langkah yang ketiga, adalah JANGAN menilai satu hadits lebih unggul dari yang lain, namun berusaha untuk mengamalkan keduanya, sampai kita mendapatkan informasi dari seorang yang ahli dalam hadits untuk memutuskan hal tersebut..Itulah betapa agama ini tidak hanya sekadar senda gurau di antara orang-orang yang tidak berilmu. Hanya mengetahui sebagain dan menganggap sudah memiliki semuanya. Memuntahkan dalil bukan mengolahnya. Selain itu, sejarah keilmuan mencatat bahwa ulama pertama yang fokus tentang hadits-hadits yang bertentangan adalah Imam Syaf’ii. Kemudian disusul Ibnu Qutaibah dengan kitabnya Ta’wil Mukhtalif Al Hadits. Dan Al Thahawi (Abi Ja’far Ahmad bin Salamah) dengan kitabnya Musykil al Atasr..Maka sebagai manusia yang awam dengan ilmu, kita sandarkan agama ini kepada ahlinya. Dan tidak gegabah untuk mengambil kesimpulan sendiri. Semoga Allah jadikan kita hamba yang menitih jalan yang benar. Allahummahdina sawaaassabil..
Wallahu A’lam.
– Diambil dari hasil bacaan Kitab Musthalah al Hadits karya Dr. Mahmud al Thahhan
Re-Write : Hamba yang lemah dan kurang berilmu, Ade Darmawan
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushilat: 30).Allah swt dalam kalam muliaNya, yang Qadiim. Menyatakan dengan sebelumnya menyematkan huruf taukid “Inna”, bahwa bagi orang-orang yang sudah mengikrarkan bahwa Rabb nya adalah Allah kemudian mereka istiqomah, memegang teguh keimanannya itu, maka Allah akan turunkan kepada mereka para malaikat, dengan memberikan kabar gembira, agar jangan bersedih lagi, dengan hal apapun, baik dunyawiyyah maupun ukhrawiyyah. Dan ditutup dengan balasan terindahnya yaitu Surga, sebagai tempat mereka kembali..Pada waktu itu, keimanan masih lah sangat pelik untuk masuk kedalam qalbu masyarakat jahiliyah Mekkah. Maka suatu ketika Rasulullah saw membacakan ayat ini kepada Anas bin Malik, dan Rasulullah mengimbuhkan dengan sabdanya, “Masyarakat sudah mengatakan bahwa Tuhan mereka adalah Allah, namun kemudian kebanyakan mereka setelah itu, kafir kembali.” “Maka barang siapa mengikrarkan keimanannya kemudian ia jaga sampai ajal menjemputnya, inilah nilai istiqomah baginya”..Dari penggalan hadits tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada masanya keitiqomahan yang dimaksud adalah keimanan yang tidak terputus sampai nafas terakhir, maka bagi mereka balasan seperti yang dijanjikan dalam QS. Fushilat: 30..Terdapat satu doa yang patut untuk kita contoh, yakni doa yang dipanjatkan oleh Al Hasan Al Bashri, agar Allah karuniakan keistiqomahan kepada kita, yang berbunyi:.اَللّهمَ اَنْتَ رَبُّنا، فَارْزُقْنَا الاِستقامةَ.”Ya Allah Engkaulah Tuhan kami, Berilah kami rizki berupa keiistiqomahan”.Dalam riwayat Imam Muslim diceritakan bahwa Sufyan bin Abdillah Al Tsaqafi, meminta wasiat kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulallah katakanlah kepada ku di dalam Islam, sebuah perkataan yang saya tidak akan menanyakannya tentang hal tersebut kepada orang lain, setelah mu.” Maka Rasulullah saw menjawab, “Katakanlah ‘Aku beriman kepada Allah’ dan istiqomahlah (pegang keimanan itu dengan keteguhan)'”. (HR. Muslim dan Nasa’i) dalam riwayat Imam Ahmad ditambahkan, bahwa sufyan bertanya kembali kepada Rasulullah saw, “Lalu apa perkara yang engkau paling khawatirkan kepada ku wahai Rasulullah ?” Rasulullah menjawabnya dengan memegang ujung
Bersama Dengan Ust. Ade Darmawan